Maturasi dan Asmaraloka
Karya: Putri Dhiaz Aldisa
Tertatih-tatih, tersungkur hingga letih
Terseok-seok, tetapi terus saja diolok-olok
Bagai anjing yang kehilangan induk
Anak semesta itu berjalan di atas daun kelor
Dineschara namanya, kekasih Tanachandra
Berjalan di atas daun kelor
Bagaikan maturasi tiada henti
Bangkit, pamit
Pasrah, tetapi tak menyerah
Asmaraloka Dineschara dan Tanachandra
Bagai nirwana di ujung pandang
Walau badai datang menerjang,
Mereka abadi, takkan pernah terganti
Dineschara berkata,
Jika Rahwana saja dapat menemukan Shinta di dalam sukmanya,
Maka, kau dapat temukan aku dalam sesal matimu
Rasa-rasanya, tak ada kata sesal dalam kisah asmaraku
Maturasi dan Asmaraloka,
Kayu dan api,
Rintik hujan dan lautan,
Dineschara dan Tanachandra,
Kini, kau mengerti, kan?
Mengapa kata “kita” itu tercipta?
Sampai jumpa, Tanachandra
Aku harus kembali ke rahim semesta
Kau abadi dalam relung sukmaku
Tapi diriku, abadi dalam sesal matimu
Tidak ada komentar:
Posting Komentar