Bengkelsastra.com- Berproses dan menampilkan hasil yang
terbaik di atas panggung bukanlah perkara yang mudah. Namun, hal itu merupakan
tantangan yang menakjubkan serta istimewa untuk kami para aktor
“Lithuania”. Pasalnya, pengalaman tersebut sangat berkesan bagi kami yang merupakan
mahasiswa baru dan sebagai anggota keluarga baru Bengkel Sastra.
Proses dimulai
dengan pemilihan naskah oleh sutradara, yang sebelumnya telah mempertimbangkan bebererapa referensi naskah.
Trisda Yulia Hilman, sang sutradara, tertarik pada
naksah Lithuania karya Rupert Brook,
sehingga ia memutuskan untuk membawakan naskah tersebut. Pada tahap
penelusuran lebih lanjut, sutradara sempat berpikir untuk membawakan versi saduran yang
berlatar belakang Jawa. Namun, setelah dipertimbangkan kembali bersama teman-teman
Bengkel Sastra, naskah orisinil lebih menarik perhatian.
Akhirnya Lithuania karya Rupert Brook versi asli menjadi
naskah yang akan dipentaskan dan naskah tersebut diterjemahkan oleh Sumihar
Deny Tampubolon. Dari judul saja, kita bisa mengetahui bahwa naskah Lithuania merupakan naskah yang berlatar belakang sebuah negara di
Eropa bagian Timur Laut bernama Lithuania. Sehingga tantangan untuk para aktor adalah mencari sumber atau referensi atas tingkah laku dan kebudayaan masyarakat Lithuania. Naskah ini bukan pula naskah yang berjenis humor atau
komedi, melainkan naskah bergaya realis yang setiap dialognya mampu memberikan sensasi menegangkan.
Proses selanjutnya adalah penentuan pemain. Untuk menentukan pemain, sutradara mengadakan casting yang dilakukan dalam kurun waktu
tiga hari. Dari hasil dari casting tersebut, terpilihlah
tujuh aktor, yaitu Natalia Anwar (Anna),
Bima Dewanto (Orang asing/Darius), Halimatus Sadiyah (Mama/Iveta), M. Hafizh (Papa/Ivan), Rio Tantowi (Paul), Chasin Amrina (Penjual Minuman/Faya), Adi Kurniawan (Christoff).
Dalam kurun waktu dua bulan, kami para aktor, dengan arahan
sutradara dan asisten sutradara, berusaha untuk mencari referensi untuk setiap detail
dialog dan adegan, salah satunya adalah berusaha untuk dapat merasakan keadaan musim dingin. Kemudian dilanjutkan dengan tahap penyesuaian karakter, yang menurut kami, memang bertolak belakang dengan
kepribadian para aktor. Latihan kami terbilang tidak begitu mulus. Pada
awal-awal tahap blocking, seringkali
aktor yang hadir tidak lengkap dengan alasan-alasan tertentu. Begitu juga dengan tim
produksi yang jarang hadir dalam latihan. Selain itu, kesulitan juga terjadi
selama proses pembuatan properti, seperti pada saat pembuatan perapian agar terlihat logis
dan realis.
Selama satu bulan masa latihan, banyak sekali evaluasi yang kami terima, misalnya, masih belum terlihat adanya gambaran bahwa pentas dapat dinikmati oleh
penonton, emosi dari para aktor sedikit masih mengawang-awang, artikulasi
yang kurang jelas, blocking yang
masih dalam tahap penyesuaian dan berubah-ubah, hingga para aktor yang masih menggunakan hand property yang seadanya. Bahkan
kesehatan dari para aktor juga ikut memburuk sehingga beberapa aktor harus absen dari
latihan.
Seiring berjalannya waktu menuju pementasan, seluruh tim
produksi semakin giat bergerak memenuhi kebutuhan untuk pementasan ini. Tim
musik mulai menyesuaikan musik dengan suasana adegan, properti semakin komplit,
dan barang-barang yang dibutuhkan di dalam ruang panggung mulai terisi, serta
kostum para aktor yang sudah lengkap.
Tibalah saatnya di hari
yang kami semua tunggu-tunggu, di mana hari itu merupakan puncak dari segala
puncak perjuangan proses kami selama dua bulan. Rasa berdebar-debar itu tentu ada di dalam diri kami semua. Rasa ketakutan juga kami alami, takut
mengecewakan seluruh orang yang tidak sabar menantikan pementasan ini. Tetapi
rasa tidak percaya diri kami tertutupi oleh motivasi-motivasi yang
diberikan. Banyaknya penonton yang hadir membuat kami semakin bersemangat
untuk menampilkan perfoma yang terbaik.
Saat pementasan sedang berlangsung, respon positif dan fokus
penonton dalam mengamati setiap adegan membuat kami lebih santai dan menikmati
panggung, serta membuat emosi kami semakin terbangun. Tentu kami juga ingin penonton
masuk ke dalam dialog yang kami ucapkan. Kami harap penonton dapat
menikmati permainan kami.
Senang, haru, dan lega menyelimuti perasaan kami setelah mendengar tepuk
tangan yang meriah dari para penonton serta komentar para penonton yang merasa
terhibur akan pementasan yang berdurasi hampir satu jam ini. Selama berproses, memang terasa berat dan hampir menjenuhkan. Namun pengalaman ini membuat kami
ingin terus belajar dan tidak merasa cepat puas. Kami berharap dapat terus
menghasilkan karya dan kebersamaan Bengkel Sastra terus melekat.
Editor : Yassika Rahmawati
Tidak ada komentar:
Posting Komentar